ARAH KEBIJAKAN PERIKANAN INDONESIA, SESUAI DENGAN SIKAP DUNIA
Kebijakan Departemen
Kelautan dan Perikanan untuk mengendalikan penangkapan ikan dan menggenjot perikanan
budidaya merupakan langkah tepat. Ini terungkap dalam Sidang Committee on
Fisheries (COFI) ke-28 di Roma, Italia, pada awal Maret 2009 lalu. Masa depan
perikanan dunia tergantung kepada perikanan budidaya, mengingat perikanan
tangkap produksinya makin menurun, sementara kebutuhan ikan dunia makin
meningkat. Status perikanan dunia pada saat ini berdasarkan statistik tahun
2006, Indonesia menduduki peringkat keempat dalam produksi. Peringkat diatasnya
yaitu RRC, Peru dan USA. Apabila peringkat ini dijadikan acuan menggunakan
angka statistik akhir tahun 2008, dimungkinkan Indonesia dapat naik peringkat
menjadi ketiga.
Citra Indonesia dalam fora perikanan internasional maupun regional semakin baik
bila dilihat dari produksi, pengelolaan dan keanggotaannya.Issue yang menonjol
dalam sidang dan berkait dengan kepentingan Indonesia ada 5 (lima) yaitu: 1).
IUU Fishing; 2) Fishing Capacity, atau tingkat ketersediaan stock sumberdaya
ikan; 3) Small Scale Fisheries, atau perikanan skala kecil; 4) Fish Trade, atau
perdagangan internasional; dan 5) Aquaculture, atau budidaya perikanan.
Pengelolaan perikanan ke depan memerlukan upaya bersama dan serius dalam
mengendalikan penangkapan (fishing capacity) dan pemberantasan IUU fishing
melalui berbagai instrumen antara lain, Code of Conduct for Responsible
Fisheries (CCRF) atau tatanan perikanan yang bertanggung jawab, Port State
Measure, Global Record, yaitu system pencatatan semua data kapal yang ada,
serta fish trade. Dibandingkan dengan negara-negara lain, tampaknya Indonesia
cukup siap dalam melaksanakan intsrumen tersebut.
Kerjasama regional dalam pengelolaan perikanan akan semakin penting terutama
dalam pengelolaan ikan di high seas atau perikanan samodera. Oleh karenanya
keanggotaan Indonesia dalam Regional Fisheries Management Organization
(RFMO),baik di Samodera Pasifik maupun Samodera Hindia, merupakan keharusan.
Demikian pula kerjasama regional dalam pemberantasan IUU fishing menjadi sangat
penting. Inisiatif Indonesia bersama Australia dalam membentuk Regional Plan of
Action (RPOA) merupakan model pertama FAO yang akan ditiru kawasan lain.
Ke depan, jelas merupakan tantangan yang sangat besar bagi Indonesia. Komitmen
dalam pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab harus diwujudkan dengan
mengendalikan perikanan tangkap untuk menjamin kelestarian sumberdaya. Berbagai
Wilayah Pengelolaan Perikanan sudah sangat padat, seperti Laut Jawa, Laut
Arafura, Selat Karimata, atau Laut Sulawesi. Penambahan kapal harus dihindari,
bila perlu malah harus dikurangi. Waktu penangkapan ikan serta peralatan yang
digunakan harus diatur secara ketat. Itu semua harus didukung oleh pelaksanaan
riset yang mengkaji kondisi atau stock sumberdaya ikan.
Upaya meningkatkan perikanan budidaya harus dilakukan secara signifikan. Pantai
yang panjang dan iklim tropis yang hangat sepanjang tahun merupakan kelebihan
komparatif yang tidak boleh diabaikan. Ketersediaan modal harus diperjuangkan,
dengan tidak lupa tetap memperhatikan kelestarian lingkugan.
Perdagangan produk ikan antar negara akan semakin ketat pengaturannya, karena
FAO akan mengadopsi berbagai ketentuan fish trade, baik yang dikehendaki oleh
negara pengimpor maupun kolaborasi dengan aturan (WTO), serta ketentuan catch
certification dan ecolabeling. Adapula yang sudah diketahui sangat luas
mengenai food safey, seperti HACCP, traceability, Good Manufacturing Practice,
ataupun Good Aquaculture Practice.***
sumber : http://mukhtar-api.blogspot.com/2009/03/arah-kebijakan-perikanan-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar